Constantinus dan agama Kristen
Constantinus naik takhta menjadi salah seorang dari empat serangkai pada tahun 306. Ia berulang kali memerangi ketiga rekannya. Pertama-tama Maxentius ia tundukkan pada tahun 312. Pada tahun 313, ia menerbitkan Maklumat Milan, yang menjamin kebebasan umat Kristen untuk mengamalkan ajaran agamanya.[135] Constantinus akhirnya memeluk agama Kristen, sehingga perbawa agama Kristen pun terdongkrak. Ia memulai usaha kristenisasi Kekaisaran Romawi dan Eropa, yang baru dituntaskan oleh Gereja Katolik pada Abad Pertengahan. Ia dikalahkan orang Franka dan orang Alemani pada kurun waktu 306–308. Pada tahun 324, ia menundukkan Licinius, salah seorang rekannya sesama kaisar, dan akhirnya menyatukan kembali kekuasan atas seantero wilayah Kekaisaran Romawi seperti pada masa sebelum Diocletianus berkuasa. Sebagai kenang-kenangan akan kejayaannya, dan demi kepentingan agama Kristen, Constantinus membangun kembali kota Bizantium dan mengganti namanya menjadi Nova Roma (Roma Baru), tetapi tak lama kemudian kota ini pun lazim dikenal dengan julukannya dalam bahasa Yunani, yakni Konstantinopolis (Kota Constantinus).[136][137]
Masa pemerintahan Iulianus, kaisar yang berusaha menghidupkan kembali agama asli Romawi dan Yunani akibat dipengaruhi penasihatnya, Mardonius, hanyalah jeda singkat dalam kurun waktu pemerintahan kaisar-kaisar Kristen. Konstantinopolis menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi. Roma memang sudah kehilangan arti pentingnya semenjak timbul Krisis Abad Ketiga. Mediolanum menjadi ibu kota wilayah barat dari tahun 286 sampai tahun 330, sebelum Kaisar Honorius menetapkan Ravenna menjadi ibu kota yang baru pada abad ke-5.[138] Kebijakan Constantinus untuk melakukan tata ulang moneter dan pembaharuan tata usaha negara, yang mampu mempersatukan kembali seantero wilayah Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan satu orang kaisar, serta usahanya membangun kembali kota Bizantium telah menimbulkan perubahan besar pada kurun waktu pertengahan Abad Kuno.
Penggolongan masyarakat
Masyarakat Romawi Kuno bersifat hierarkis. Budak-budak belian (bahasa Latin: servi) berada pada jenjang terbawah, orang-orang yang dimerdekakan (bahasa Latin: liberti) berada pada jenjang menengah, sementara warga negara yang terlahir merdeka (bahasa Latin: cives) menempati jenjang teratas. Warga negara yang terlahir merdeka pun masih terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Penggolongan yang paling luas dan paling tua adalah penggolongan menjadi kaum patricius, yakni golongan orang-orang yang termasuk nasab 100 orang pitarah, sesepuh masyarakat perdana kota Roma, dan kaum plebs, yakni golongan orang-orang yang tidak termasuk nasab mereka. Penggolongan semacam ini dianggap tidak terlalu penting lagi pada penghujung zaman republik, karena sejumlah keluarga kaum plebs sudah menjadi kaya raya dan berkiprah di gelanggang polik, sementara sejumlah keluarga patricius mengalami keterpurukan ekonomi. Siapa saja, patricius maupun plebs, yang dapat membuktikan bahwa salah seorang leluhurnya pernah menduduki jabatan consul, adalah orang mulia (bahasa Latin: nobilis). Orang pertama dari sebuah keluarga yang berhasil menduduki jabatan consul, semisal Gaius Marius dan Cicero, disebut novus homo (orang baru), orang yang memuliakan keturunannya. Kendati demikian, status keturunan patricius masih tetap dihargai orang, dan masih banyak jabatan keagamaan yang hanya boleh diemban oleh kaum patricius.
Penggolongan yang lambat laun dianggap lebih penting adalah penggolongan menurut kelayakan ikut serta bela negara. Golongan seseorang ditetapkan secara berkala oleh censor, berdasarkan jumlah harta kekayaannya. Golongan terkaya adalah golongan senatus (sesepuh), yang menguasai gelanggang politik dan mengendalikan angkatan bersenjata. Setingkat di bawahnya adalah golongan eques (kesatria), yang mula-mula adalah golongan orang-orang yang mampu memiliki seekor kuda perang. Golongan eques merupakan golongan saudagar yang berkuasa. Di bawah eques masih ada beberapa golongan lagi menurut jenis perlengkapan perang yang mampu dimiliki anggotanya, dan jenjang terbawah ditempati oleh proletarius (penghasil keturunan), yakni warga negara tanpa properti yang hanya mampu menyumbangkan warga baru bagi negara. Sebelum tatanan militer Romawi dirombak oleh Gaius Marius, golongan proletarius dinilai tidak layak diikutsertakan dalam kegiatan bela negara, dan sering kali digambarkan sebagai kaum yang hanya lebih berharta dan lebih terpandang daripada mantan budak belian.
Hak suara seseorang pada zaman republik tergantung pada golongannya. Rakyat dibagi menjadi tribus (suku-suku) pemberi suara, tetapi suku-suku golongan kaya lebih sedikit anggotanya daripada suku-suku golongan miskin, dan seluruh proletarius dikelompokkan menjadi satu suku saja. Pemungutan suara diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari golongan teratas sampai golongan terbawah, dan ditutup segera sesudah sebagian besar suku sudah memberi suara, sehingga golongan-golongan miskin acap kali tidak berkesempatan menggunakan hak suara mereka.
Kaum perempuan memiliki sejumlah hak asasi yang sama dengan kaum lelaki, tetapi tidak dianggap sebagai warga negara yang benar-benar setara dengan kaum lelaki, sehingga tidak diizinkan ikut serta dalam pemungutan suara maupun berkiprah di gelanggang politik. Kendati demikian pembatasan terhadap kaum perempuan sedikit demi sedikit diperlonggar (karena adanya emansipasi), sehingga kaum perempuan akhirnya bebas dari kewajiban untuk tunduk pada pater familias, mendapat hak untuk memiliki tanah dan bangunan, bahkan mendapatkan lebih banyak hak yuridis dibanding suami-suami mereka, tetapi tetap saja tidak berhak ikut serta dalam pemungutan suara, dan tidak dibenarkan berkecimpung dalam dunia politik.[168]
Kota-kota asing yang menjalin persekutuan dengan Roma sering kali dianugerahi Ius Latii (hak adat orang Latini), yakni status di antara warga negara Romawi yang seutuhnya dan warga asing (peregrini), sehingga mereka mendapatkan hak-hak warga negara berdasarkan hukum Romawi dan para petingginya berpeluang menjadi warga negara Romawi yang seutuhnya. Kendati cakupannya berbeda-beda, ada dua macam Ius Latii yang utama, yakni cum suffragio (dengan hak suara, yakni dibenarkan untuk ikut serta dalam tribus dan comitia tributa) dan sine suffragio (tanpa hak suara, yakni tidak dibenarkan ikut campur dalam urusan politik Romawi). Sebagian besar negara kota sekutu Roma di Jazirah Italia diberi kewarganegaraan penuh seusai Perang Sekutu tahun 91–88 SM, dan kewarganegaraan Romawi penuh dianugerahkan kepada semua laki-laki yang terlahir merdeka di wilayah Kekaisaran Romawi oleh Kaisar Caracalla pada tahun 212 M.
Pada permulaan zaman Republik Romawi, belum ada sekolah-sekolah untuk umum, sehingga anak-anak lelaki diajari baca tulis oleh orang tua masing-masing, atau oleh seorang budak terpelajar yang disebut paedagogus, dan lazimnya berkebangsaan Yunani.[169][170][171] Tujuan utama pendidikan kala itu adalah melatih anak-anak muda agar menguasai ilmu bercocok tanam, ilmu perang, adat istiadat bangsa Romawi, dan urusan-urusan kepamongprajaan.[169] Remaja-remaja lelaki banyak belajar tentang kehidupan bermasyarakat dengan cara menyertai ayah mereka menghadiri acara-acara keagamaan dan politik, termasuk menghadiri sidang-sidang senatus bagi putra-putra keluarga ningrat.[170] Jika sudah berumur 16 tahun, putra-putra keluarga ningrat biasanya magang pada tokoh-tokoh politik terkemuka, dan ikut berperang bersama angkatan bersenjata saat berumur 17 tahun. Aturan ini masih diterapkan oleh sejumlah keluarga ningrat pada zaman kekaisaran.[170] Praktik-praktik pendidikan diubah suai seiring masuknya pengaruh Yunani sesudah kerajaan-kerajaan Helenistik ditaklukkan pada abad ke-3, kendati praktik-praktik pendidikan Romawi tetap saja berbeda jauh dari praktik-praktik pendidikan Yunani.[170][172] Jika orang tua mampu menanggung biayanya, anak-anak lelaki dan beberapa anak perempuan yang sudah berumur 7 tahun dimasukkan ke sekolah swasta di luar rumah yang disebut ludus. Gurunya disebut litterator atau magister ludi, dan sering kali berkebangsaan Yunani. Di sekolah ini, murid-murid mendapatkan pelajaran dasar membaca, menulis, aritmetika, dan kadang-kadang bahasa Yunani, sampai mereka berumur 11 tahun.[170][171][173]
Murid-murid yang sudah berumur 12 tahun menempuh pendidikan di sekolah sekunder. Gurunya disebut grammaticus, dan mengajarkan kesusastraan Yunani dan Romawi.[170][173] Sesudah berumur 16 tahun, sebagian murid melanjutkan pendidikan di sekolah retorika. Gurunya disebut rhetor, dan lazimnya berkebangsaan Yunani.[170][173] Pendidikan pada tahap ini bertujuan mempersiapkan murid untuk berkarier di bidang hukum, sehingga mewajibkan mereka untuk menghafal undang-undang Roma.[170] Murid-murid bersekolah setiap hari, kecuali pada hari besar keagamaan dan hari-hari pasar. Ada pula masa libur setiap musim panas.
Pada mulanya, Roma diperintah oleh raja-raja, yang silih berganti dipilih dari suku-suku utama di kota Roma.[174] Hakikat kewenangan Raja Roma tidak diketahui secara pasti. Mungkin saja nyaris mutlak, dan mungkin pula setaraf kewenangan eksekutif kemanunggalan sesepuh dan rakyat. Setidaknya dalam urusan militer, kewenangan memerintah (Imperium) raja mungkin sekali bersifat mutlak. Raja juga merupakan panatagama negara. Di samping kewenangan raja, masih ada tiga lembaga tata usaha negara, yakni senatus, comitia curiata, dan comitia calata. Senatus (majelis sesepuh) bertindak selaku dewan penasihat raja, comitia curiata (sidang majelis perkauman) berwenang mengajukan dan mengesahkan undang-undang yang dicetuskan raja, sementara comitia calata (sidang majelis pengimbauan) adalah sidang majelis para pendeta yang berwenang mengumpulkan rakyat untuk menyaksikan tindakan tertentu, mendengarkan pengumuman, dan menetapkan perayaan-perayaan serta hari-hari besar keagamaan untuk bulan berikutnya.
Pertentangan antargolongan di negara Republik Romawi memunculkan suatu tatanan campuran antara demokrasi dan oligarki. Istilah "republik" berasal dari kata Latin res publica, yang makna harfiahnya adalah "urusan kemasyarakatan". Menurut tradisi, rancangan undang-undang hanya boleh diloloskan melalui pemungutan suara dalam sidang rakyat (comitia tributa, sidang majelis warga suku). Calon-calon pejabat publik pun ditetapkan oleh rakyat. Kendati demikian, senatus menjadi semacam lembaga oligarki, yang bertindak selaku dewan penasihat.
Pada zaman republik, senatus sungguh-sungguh memiliki kewenangan (auctoritas), tetapi tidak memiliki kuasa legislatif yang nyata. Pada dasarnya senatus hanyalah sebuah dewan penasihat. Kendati demikian, karena tiap-tiap senator adalah tokoh yang sangat berpengaruh, maka sukar sekali mengambil tindakan apa pun yang bertentangan dengan mufakat senatus. Senator-senator baru dipilih dari antara tokoh-tokoh patricius yang paling cendekia oleh jawatan cacah jiwa (bahasa Latin: censura), yang juga berwenang memakzulkan seorang senator jika kedapatan "bobrok akhlaknya", misalnya menerima suap, atau memeluk istri orang di muka umum seperti pada zaman Cato Tua. Diktator Sulla pernah mengatur agar orang-orang yang terpilih menjadi quaestor (penyidik) serta merta juga menjadi anggota senatus, tetapi praktik semacam ini tidak bertahan lama.
Republik Romawi tidak memiliki birokrasi yang bersifat tetap, dan mengumpulkan pajak dengan cara menjual hak memungut cukai kepada pemborong. Jawatan quaestor, aedilis, atau praefect didanai oleh si penyandang jabatan. Agar tak seorang pun warga negara memiliki wewenang berlebih, para magistratus baru dipilih tiap-tiap tahun dan harus berbagi kewenangan kekuasaan dengan seorang rekan sejawatnya. Sebagai contoh, dalam keadaan normal, kewenangan tertinggi dipegang oleh dua orang consul. Dalam keadaan darurat, dapat ditunjuk seorang dictator (pengarah) untuk memegang kewenangan tertinggi untuk sementara waktu. Sepanjang zaman republik, sistem tata usaha negara berulang kali diperbaiki agar selaras dengan keperluan-keperluan yang baru muncul. Pada akhirnya, sistem tata usaha negara Republik Romawi terbukti tidak efisien untuk digunakan mengatur wilayah kekuasaan Roma yang terus-menerus bertambah luas, dan menjadi salah satu faktor yang mendorong lahirnya Kekaisaran Romawi.
Pada permulaan zaman kekaisaran, pemerintah tetap saja berlagak seakan-akan negara masih berbentuk republik. Kaisar Romawi hanya dicitrakan sebagai seorang princeps, "warga negara nomor satu", sementara senatus mengambil alih kuasa legislatif dan seluruh kewenangan hukum yang sebelumnya dikuasai oleh sidang-sidang rakyat. Kendati demikian, pemerintahan para kaisar kian lama kian autokratis, dan senatus akhirnya menjadi sekadar dewan penasihat yang diangkat oleh kaisar. Kekaisaran Romawi tidak mewarisi perangkat birokrasi dari zaman republik, karena Republik Romawi tidak memiliki struktur-struktur pemerintahan yang permanen selain senatus. Kaisar mengangkat para pembantu dan penasihat, tetapi Kekaisaran Romawi tetap saja kekurangan banyak lembaga negara, misalnya lembaga penyusun anggaran belanja negara yang terpusat. Beberapa sejarawan mengedepankan hal ini sebagai salah satu faktor penting yang menjadi biang keladi kemerosotan Kekaisaran Romawi.
Sebagaimana angkatan bersenjata negara-negara kota pada zamannya yang terpengaruh peradaban Yunani, angkatan bersenjata Romawi terdahulu (ca. tahun 500 SM) adalah barisan militia warga kota yang menerapkan siasat perang ala hoplites. Jumlah personelnya tidak seberapa (populasi laki-laki merdeka yang layak bertempur kala itu berjumlah sekitar 9.000 jiwa) dan ditata menjadi lima golongan prajurit, sama seperti lima golongan Comitia Centuriata (sidang majelis seratus warga), lembaga politik warga Roma. Tiga pasukan beranggotakan para hoplites (prajurit berperlengkapan tombak dan perisai), dan dua pasukan beranggotakan para prajurit pejalan kaki bersenjata ringan. Angkatan bersenjata Romawi terdahulu terbatas siasat tempurnya, dan pada dasarnya disiagakan untuk bertahan.[175][176][177]
Pada abad ke-3 SM, bangsa Romawi meninggalkan gelar pasukan hoplites dan beralih ke suatu tatanan yang lebih luwes, yakni satuan-satuan beranggotakan 120 (kadang-kadang 60) prajurit yang disebut manipulus, yang mampu berolah gerak secara lebih mandiri di medan tempur. Tiga puluh satuan manipulus dalam tiga barisan berikut pasukan-pasukan bantu merupakan satu legiun (bahasa Latin: legio), dengan jumlah keseluruhan antara 4.000 dan 5.000 prajurit.[175][176]
Satu legiun Republik Romawi terdahulu terdiri atas lima macam pasukan dengan perlengkapan dan posisi yang berbeda dalam gelar pasukan, yakni tiga baris manipulus pejalan kaki bersenjata berat (barisan hastati, barisan principes, dan barisan triarii), sepasukan prajurit pejalan kaki bersenjata ringan (velites), dan sepasukan prajurit berkuda (equites). Seiring pertumbuhan negara, orientasi angkatan bersenjata pun bergeser dari pertahanan ke penyerangan, dan sikapnya pun menjadi jauh lebih garang terhadap negara-negara kota di sekitarnya.[175][176]
Pada masa-masa awal berdirinya Republik Romawi, satu legiun berkekuatan penuh sewajarnya beranggotakan 4.000 sampai 5.000 prajurit, terdiri atas 3.600 sampai 4.800 prajurit pejalan kaki bersenjata berat, beberapa ratus prajurit pejalan kaki bersenjata ringan, dan beberapa ratus prajurit berkuda.[175][178][179] Legiun-legiun sering kali sangat kekurangan anggota, baik karena kegagalan perekrutan angota baru maupun karena kehilangan anggota lama yang mengalami kecelakaan, menjadi korban pertempuran, terserang penyakit, atau melakukan desersi. Semasa perang saudara, legiun-legiun Gnaeus Pompeius di wilayah timur berkekuatan penuh karena baru saja direkrut, sementara kekuatan tempur legiun-legiun Gaius Iulius Caesar kebanyakan jauh di bawah angka wajar selepas masa bakti di Galia. Keadaan yang sama juga berlaku pada pasukan-pasukan bantu masing-masing.[180][181]
Sampai menjelang berakhirnya zaman Republik Romawi, legiuner lazimnya adalah petani Romawi pemilik tanah dari desa (seorang adsiduus) yang menjalani masa bakti sebagai prajurit dalam aksi militer tertentu (sering kali setiap tahun),[182] menyiapkan sendiri perlengkapan tempur dan, khusus bagi para equites, tunggangannya. Harris menduga bahwa sampai dengan tahun 200 SM, para petani biasa (yang bertahan hidup) dari desa mungkin ikut serta dalam enam atau tujuh pertempuran. Para mantan budak beserta para budak (di mana pun berada) dan warga kota tidak diikutsertakan, kecuali dalam keadaan darurat.[183]
Selepas tahun 200 SM, kondisi ekonomi di daerah pedesaan mengalami kemerosotan seiring meningkatnya kebutuhan akan tenaga manusia, sehingga tolok ukur jumlah harta kekayaan yang harus dimiliki seorang warga negara untuk dapat menjalani masa bakti militer pun lambat laun diturunkan. Mulai dari masa kepemimpinan Gaius Marius pada tahun 107 SM, rakyat yang tidak memiliki harta berupa tanah dan bangunan serta rakyat yang berdiam di kota-kota (proletarii) boleh diikutsertakan dan dipersenjatai, kendati sebagian besar legiuner tetap saja berasal dari daerah pedesaan. Masa bakti menjadi berkesinambungan dan diperpanjang sampai 20 tahun jika mendadak diperlukan, kendati masa bakti enam atau tujuh tahun masih tetap lazim.[184]
Semenjak abad ke-3 SM, para legiuner diberi stipendium (uang jasa). Jumlahnya masih diperdebatkan, tetapi kabarnya Gaius Iulius Caesar pernah "menggandakan" jumlah stipendium para legiunernya hingga mencapai 225 keping denarius setahun. Mereka juga berpeluang mendapatkan harta jarahan dan donativum (uang lelah), yakni jatah pembagian hasil jarahan dari pimpinan seusai menang bertempur. Semenjak zaman Gaius Marius, mereka juga kerap dianugerahi sebidang tanah selepas masa bakti.[175][185] Prajurit berkuda dan prajurit pejalan kaki bersenjata ringan tergabung dalam satu legiun, yakni legio auxilia (legiun bantu), dan sering kali direkrut dari masyarakat yang mendiami daerah-daerah tempat tugas legiun yang bersangkutan. Gaius Iulius Caesar pernah membentuk selegiun prajurit yang direkrut dari penduduk bukan warga negara Romawi yang bermukim di Galia Transalpina untuk dikerahkan dalam aksi-aksi militer yang dipimpinnya di Galia. Angkatan ini diberi nama Legio Quinta Alaudae (Legiun ke-5, Branjangan).[186] Pada zaman Augustus, gagasan bahwa prajurit adalah rakyat yang ikut serta dalam usaha bela negara sudah ditinggalkan, dan angkatan bersenjata pun sudah sepenuhnya bersifat profesional. Para legiuner digaji 900 keping sestertius setahun, dan berpeluang menerima uang lepas sebesar 12.000 keping sestertius.[187]
Seusai perang saudara, Augustus menata ulang pasukan-pasukan angkatan bersenjata Romawi. Sejumlah besar prajurit dibebastugaskan dan banyak legiun dibubarkan, sehingga hanya tersisa 28 legiun, yang ia sebar ke seluruh provinsi kekaisaran.[188] Pada zaman para princeps, tatanan taktis angkatan bersenjata sedikit demi sedikit terus berkembang. Legio auxilia tetap menjadi cohors (kesatuan taktis standar) mandiri, dan pasukan-pasukan legiuner sering kali menjalankan tugas sebagai sekelompok cohors, alih-alih sebagai sekelompok legiun utuh. Kesatuan jenis baru yang serbaguna, cohors equitata, memadukan prajurit-prajurit berkuda dan para legiuner dalam satu kesatuan. cohors equitata dapat ditempatkan di garnisun-garnisun atau pangkalan-pangkalan pertahanan tapal batas, dan dapat bergerak sendiri selaku kesatuan kecil yang berimbang maupun digabungkan dengan kesatuan-kesatuan sejenisnya menjadi satu kesatuan bertaraf legiun. Peningkatan fleksibilitas dalam pengaturan angkatan bersenjata ini turut memastikan keberhasilan pasukan-pasukan militer Romawi dalam jangka panjang.[189]
Kaisar Gallienus (253–268 M) memprakarsai usaha penataan ulang yang menghasilkan tatanan militer Romawi sebagaimana adanya pada penghujung zaman kekaisaran. Gallienus menarik sejumlah legiun dari tempat tugas tetap mereka di tapal batas wilayah kekaisaran, dan mengubah mereka menjadi kesatuan-kesatuan tempur berpindah-pindah (comitatenses) dan menyiagakan mereka pada jarak tertentu dari tapal batas sebagai pasukan cadangan stategis. Pasukan-pasukan pengawal perbatasan (limitanei), yang bertugas tetap di pangkalan-pangkalan pertahanan, tetap menjadi ujung tombak pertahanan negara. Kesatuan tempur dasar adalah resimen, yang disebut legio atau auxilia untuk pasukan pejalan kaki, dan vexellationes untuk pasukan berkuda. Bukti-bukti menyiratkan bahwa satu resimen berkekuatan nominal 1.200 personel untuk pasukan pejalan kaki, dan 600 personel untuk pasukan berkuda, kendati ada banyak keterangan tertulis yang menunjukkan jumlah nyata yang lebih kecil (800 personel untuk pasukan pejalan kaki dan 400 personel untuk pasukan berkuda).[190]
Banyak resimen prajurit pejalan kaki dan prajurit berkuda yang dikerahkan berpasangan di bawah pimpinan seorang comes. Selain pasukan-pasukan prajurit berkebangsaan Romawi, angkatan tempur juga terdiri atas resimen-resimen "orang barbar" yang direktur dari suku-suku barbar sekutu Romawi yang disebut foederati. Pada tahun 400 M, resimen-resimen foederati sudah menjadi kesatuan-kesatuan permanen dalam angkatan bersenjata Kekaisaran Romawi. Resimen-resimen foederati digaji dan dipersenjatai kekaisaran, dipimpin oleh seorang tribunus berkebangsaan Romawi, dan difungsikan sebagaimana kesatuan-kesatuan prajurit Romawi lainnya. Selain resimen-resimen foederati, Kekaisaran Romawi juga memanfaatkan laskar-laskar orang barbar untuk bertempur bersama-sama legiun-legiun Romawi sebagai "sekutu" tanpa perlu dijadikan bagian dari angkatan tempur. Di bawah arahan seorang senapati Romawi, laskar-laskar ini digerakkan oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri.[190]
Kepemimpinan angkatan bersenjata berkembang sedikit demi sedikit dari zaman ke zaman. Pada zaman kerajaan, angkatan bersenjata terdiri atas prajurit-prajurit hoplites yang dipimpin langsung oleh Raja Roma. Pada permulaan dan pertengahan zaman republik, pasukan-pasukan angkatan bersenjata dipimpin oleh salah seorang dari sepasang consul yang terpilih untuk menjabat pada tahun berjalan. Menjelang berakhirnya zaman republik, sebagai bagian dari jenjang jabatan yang lumrah didaki para pejabat publik pilihan rakyat, yang disebut cursus honorum (tahapan kehormatan), seorang anggota senatus mula-mula memegang jabatan quaestor (sering kali ditugaskan selaku wakil panglima angkatan tempur), selanjutnya memegang jabatan praetor.[191][192] Bawahan Gaius Iulius Caesar yang paling berbakat, efektif, dan andal di Galia, Titus Labienus, adalah orang yang direkomendasikan oleh Pompeius.[193]
Sehabis menjalani masa bakti selaku praetor atau consul, seorang senator dapat diangkat senatus menjadi propraetor atau proconsul (berdasarkan jabatan paling tinggi yang ia pegang sebelumnya) dengan tugas mengepalai pemerintahan di salah satu provinsi jajahan. Perwira-perwira yang lebih rendah (sampai dengan tetapi tidak termasuk centurio) adalah orang-orang yang dipilih oleh senapati masing-masing dari antara para anak semang (clientelae) si senapati, atau orang-orang yang direkomendasikan oleh sekutu-sekutu politik si senapati di kalangan senatus.[191]
Pada masa pemerintahan Augustus, yang berusaha menempatkan militer di bawah kepemimpinan tunggal yang permanen, kaisar adalah senapati sah dari tiap-tiap legiun, tetapi menjalankan kewenangannya selaku senapati legiun melalui seorang legatus (duta) yang ia pilih dari kalangan senatus. Di provinsi yang dijaga satu legiun saja, si duta kaisar mengepalai legiun (legatus legionis) sekaligus mengepalai pemerintahan provinsi, sementara di provinsi yang dijaga lebih dari satu legiun, tiap-tiap legiun dikepalai oleh seorang duta kaisar, dan para duta kaisar dikepalai oleh wali negeri (juga seorang duta kaisar, tetapi lebih tinggi pangkatnya).[194]
Menjelang berakhirnya zaman kekaisaran (mungkin semenjak masa pemerintahan Diocletianus), tata kepemimpinan militer ala Augustus ditinggalkan. Kewenangan militer para wali negeri dicabut, dan kepemimpinan angkatan bersenjata di sekelompok provinsi dipercayakan kepada seorang senapati (dux) yang diangkat oleh kaisar. Para senapati bukan lagi orang-orang yang dipilih dari kalangan atas Romawi, melainkan orang-orang yang berjaya mendaki jejang kepangkatan dalam angkatan bersenjata berkat kecakapan masing-masing. Sejalan dengan pertambahan jumlahnya, pemimpin-pemimpin militer semacam ini pun berusaha (adakalanya berhasil) merebut jabatan kaisar yang telah mengangkat mereka. Menyusutnya sumber-sumber daya, meningkatnya kekacauan politik, serta maraknya perang saudara menggerogoti ketahanan bagian barat Kekaisaran Romawi, sehingga akhirnya dapat direbut oleh suku-suku barbar di sekitarnya.[195]
Informasi mengenai angkatan laut Romawi jauh lebih sedikit daripada informasi mengenai angkatan daratnya. Sebelum pertengahan abad ke-3 SM, pejabat-pejabat negara yang disebut duumviri navales memimpin armada 20 kapal dengan misi utama memberantas bajak laut. Armada-armada ini ditiadakan pada tahun 278 M, dan diganti dengan angkatan-angkatan laut sekutu. Perang Punik I memaksa Roma membentuk armada-armada raksasa. Roma akhirnya membentuk armada-armada yang dibutuhkannya dengan bantuan dan dana dari sekutu-sekutunya. Ketergantungan pada sekutu berlanjut sampai zaman republik berakhir. Quinqueremis adalah jenis kapal-kapal perang yang dikerahkan kedua belah pihak selama berlangsungnya perang-perang Punik, dan tetap menjadi tulang punggung angkatan laut Romawi sampai akhirnya digantikan dengan kapal-kapal yang lebih ringan dan lebih lincah berolah gerak pada masa pemerintahan Augustus.[196]
Dibanding triremis, quinqueremis dapat diawaki oleh tenaga-tenaga kawakan maupun yang belum berpengalaman (suatu keuntungan bagi sebuah negara dengan angkatan darat sebagai kekuatan tempur utama), dan kemampuan olah geraknya yang kurang lincah membuat bangsa Romawi menggunakan dan menyempurnakan siasat-siasat serbu kapal yang memanfaatkan tenaga sekitar 40 orang prajurit laut, alih-alih menggunakan hulu pembobol. Kapal-kapal berolah gerak mengikuti aba-aba dari nauarchus, perwira setingkat centurio, yang lazimnya bukan warga negara Romawi. Potter menduga bahwa karena didominasi bangsa-bangsa non-Romawi, armada-armada tempur dianggap sebagai angkatan asing, sehingga dibiarkan susut pada masa-masa damai.[196]
Informasi yang ada menyiratkan bahwa menjelang berakhirnya zaman kekaisaran (350 M), angkatan laut Romawi terdiri atas sejumlah armada kapal perang maupun kapal niaga pengangkut prajurit dan perbekalan tempur. Kapal-kapal perang adalah galai-galai yang digerakkan tiga sampai empat baris pendayung. Pangkalan-pangkalan laut berlokasi di bandar-bandar seperti Ravenna, Arles, Aquilea, Misenum, serta muara Sungai Somme di kawasan barat, dan Aleksandria serta Rodos di kawasan timur. Armada-armada katai yang terdiri atas wahana-wahana sungai berukuran kecil (classis) merupakan bagian dari limitanei (pasukan penjaga perbatasan) kala itu, berpangkalan di bandar-bandar berbenteng di sepanjang tepian Sungai Rhein dan Sungai Donau. Kenyataan bahwa senapati-senapati terkemuka mengepalai angkatan darat maupun angkatan laut menyiratkan bahwa kala itu angkatan laut digunakan sebagai kekuatan penunjang angkatan darat, bukan sebagai angkatan tersendiri. Perincian struktur komando dan kekuatan armada pada kurun waktu ini tidak diketahui secara jelas, kendati dapat dipastikan bahwa masing-masing armada dipimpin oleh seorang praefectus (pemuka).[197]
Bangsa Romawi Kuno menguasai daratan yang sangat luas dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah-limpah. Dengan kelimpahan sumber daya alam dan manusia ini, perekonomian Roma tetap mengutamakan usaha pertanian dan perniagaan. Perdagangan bebas hasil-hasil pertanian mengubah bentang alam Jazirah Italia, dan pada abad pertama SM, kebun-kebun anggur dan zaitun yang luas telah menggeser lahan-lahan para petani kecil, yang kalah bersaing harga dengan gandum impor. Aneksasi atas Mesir, Sisilia, dan Tunisia menciptakan aliran masuk pasokan gandum tanpa henti ke Roma. Sebaliknya, minyak zaitun dan minuman anggur menjadi barang-barang impor utama yang mengalir keluar dari Jazirah Italia. Bangsa Romawi mempraktikkan gilir tanam dua jenis tumbuhan, tetapi produktivitas pertanian tetap rendah, kira-kira 1 ton per hektar.
Kegiatan industri dan manufaktur lebih kecil lagi angkanya. Kegiatan paling besar di bidang ini adalah penambangan batu, yang digunakan sebagai bahan baku bangunan pada masa itu. Di bidang manufaktur, skala produksi relatif kecil, dan pada umumnya terdiri atas sanggar-sanggar produksi dan pabrik-pabrik kecil yang mempekerjakan sebanyak-banyaknya satu dua lusin karyawan. Kendati demikian, ada pula beberapa pabrik batu bata yang mempekerjakan ratusan karyawan.
Perekonomian Republik Romawi permulaan kurun waktu republik lebih banyak bertumpu pada usaha kecil dan tenaga kerja upahan. Namun perang dan penaklukan atas bangsa-bangsa lain mendatangkan budak-budak belian yang kian lama kian bertambah jumlahnya dan kian murah harganya, sehingga perekonomian Republik Romawi menjelang akhir kurun waktu republik sudah sangat bergantung pada tenaga budak belian, baik yang terampil maupun yang tidak terampil. Diperkirakan 20% dari keseluruhan populasi Kekaisaran Romawi, dan 40% dari populasi kota Roma kala itu, adalah budak belian. Hanya di Kekaisaran Romawi sajalah orang dapat lebih berhemat jika mempekerjakan tenaga upahan alih-alih membeli budak belian, setelah aksi-aksi penaklukan dihentikan dan harga budak belian melambung tinggi.
Kendati bangsa Romawi Kuno menggunakan cara barter, bahkan dalam urusan pengumpulan pajak, Roma sudah membuat dan memanfaatkan uang logam. Kepingan-kepingan uang kuningan, perunggu, dan logam mulia beredar di dalam maupun di luar wilayah kekaisaran Romawi, bahkan ada kepingan uang Romawi yang ditemukan di India. Sebelum abad ke 3 SM, tembaga diperdagangan menurut bobotnya, dalam tumpukan-tumpukan tak bertanda di seluruh kawasan tengah Italia. Nilai nominal sekeping uang tembaga mula-mula setara dengan nilai tembaga seberat satu pon Romawi, tetapi bobotnya kurang dari satu pon. Dengan demikian, nilai kepingan uang logam Romawi sebagai alat tukar secara konsisten melebihi nilai intrinsiknya sebagai logam. Sesudah Nero mulai menurunkan mutu kepingan perak denarius, nilai tukarnya yang sah diperkirakan sepertiga lebih besar daripada nilai intrinsiknya.
Kuda mahal harganya, sementara satwa angkut jenis lain lebih lamban jalannya. Kegiatan jual beli diperlancar oleh jalan-jalan raya Romawi yang menghubungkan markas-markas tentara Romawi, tempat pasar-pasar Romawi berpusat.[198] Jalan-jalan raya ini dirancang khusus untuk dilalui kendaraan beroda.[199] Sebagai akibatnya, timbul kegiatan angkut komoditas antardaerah dalam wilayah kekuasaan bangsa Romawi, yang bertambah seiring meningkatnya kegiatan niaga bahari Romawi pada abad ke-2 SM. Kala itu satu kapal niaga hanya perlu waktu kurang dari sebulan untuk menempuh jalur pelayaran dari Gades sampai ke Aleksandria via Ostia, sama dengan panjang keseluruhan Laut Tengah.[108] Ongkos angkut lewat laut kira-kira 60 kali lebih murah dibanding lewat darat, sehingga volume angkutan lewat laut juga jauh lebih besar.
Menurut sebagian ekonom, perekonomian Kekaisaran Romawi adalah perekonomian pasar, praktik kapitalisnya setaraf dengan Negeri Belanda pada abad ke-17 dan Inggis pada abad ke-18.[200]
Satuan dasar masyarakat Romawi adalah rumah tangga (bahasa Latin: familia) dan keluarga besar (bahasa Latin: gens).[167] Rumah tangga beranggotakan orang-orang yang tinggal seatap, yakni kepala rumah tangga, yang disebut pater familias (bapa rumah tangga), istrinya, anak-anaknya, dan sanak saudaranya. Rumah-rumah tangga kelas atas juga beranggotakan budak-budak belian dan para pelayan.[167] Kepala rumah tangga memiliki kewenangan mutlak, yang disebut patria potestas (kuasa keayahan), atas semua orang yang tinggal seatap dengannya. Ia berwenang menjodohkan, menceraikan, maupun menjual anak-anaknya sebagai budak belian. Ia juga berwenang mengklaim harta benda milik anggota rumah tangganya sebagai harta bendanya sendiri, bahkan berwenang menghukum maupun membunuh anggota rumah tangganya. Kewenangan yang terakhir ini agaknya tidak lagi dijalankan selepas abad pertama SM.[202]
Patria potestas juga menaungi putra-putra pater familias yang sudah dewasa, berikut rumah tangga mereka masing-masing. Seorang laki-laki tidak dianggap sebagai pater familias, dan tidak pula benar-benar memiliki harta benda, selama ayahnya masih hidup.[202][203] Pada permulaan sejarah Romawi Kuno, seorang perempuan yang sudah menikah dengan sendirinya tunduk di bawah manus (pengaturan) pater familias keluarga besar suaminya. Adat semacam ini sudah ditinggalkan menjelang berakhirnya zaman republik, karena seorang perempuan kala itu boleh memilih untuk tetap menjadi anggota keluarga ayahnya sendiri, alih-alih menjadi anggota keluarga besar suaminya.[204] Kendati demikian, semua anak yang ia lahirkan tetap terbilang sebagai anggota keluarga suaminya, karena bangsa Romawi merunut hubungan kekerabatan melalui alur silsilah laki-laki.[205]
Anak-anak Romawi Kuno kurang dicurahi kasih sayang. Anak-anak lelaki maupun perempuan diasuh oleh ibu atau salah seorang kerabat mereka yang sudah uzur. Anak-anak yang tidak diinginkan oleh orang tuanya sering kali dijual sebagai budak belian.[206] Anak-anak boleh ikut bersantap bersama seluruh anggota keluarga di meja makan, tetapi tidak diperbolehkan ikut berbincang-bincang bersama orang-orang dewasa.[202]
Anak-anak keluarga ningrat biasanya diajari bahasa Latin dan bahasa Yunani oleh seorang inang pengasuh berkebangsaan Yunani. Anak-anak lelaki diajari kepandaian berenang dan berkuda oleh ayah mereka, tetapi adakalanya si ayah cukup mengupah seorang budak untuk menggantikannya. Anak-anak lelaki Romawi Kuno mulai bersekolah pada umur tujuh tahun. Karena tidak ada gedung sekolah, kegiatan belajar mengajar dilakukan di atas sotoh rumah. Jika hari gelap, murid harus membawa serta pelita ke sekolah. Loh-loh berlapis malam digunakan sebagai media tulis karena papirus dan perkamen terlampau mahal. Anak-anak dapat pula belajar menulis di permukaan pasir. Bekal makanan yang mereka bawa ke sekolah adalah seketul roti.[207]
Rumah-rumah tangga yang berkerabat membentuk satu keluarga besar (gens). Selain merupakan kelompok kekerabatan yang dipersatukan oleh pertalian darah atau adopsi, keluarga besar juga merupakan persekutuan politik dan ekonomi. Sejumlah keluarga terkemuka (gens maior, jamak: gentes maiores) tampil mendominasi kancah politik, teristimewa pada zaman republik.
Bagi masyarakat Romawi Kuno, terutama masyarakat kalangan atas, perkawinan sering kali dipandang sebagai persekutuan harta dan politik ketimbang persatuan sepasang kekasih. Seorang ayah biasanya mulai mencari-cari calon menantu saat anak gadisnya berumur antara dua belas dan empat belas tahun. Suami lazimnya lebih tua daripada istri, dan jika anak-anak gadis kalangan atas menikah pada usia yang sangat muda, maka ada bukti bahwa perempuan-perempuan di luar kalangan atas sering kali kawin umur akhir belasan tahun atau awal 20-an tahun.
Kehidupan masyarakat Romawi Kuno berkisar di seputar kota Roma, yang luasnya mencakup tujuh bukit. Ada banyak sekali bangunan raksasa di kota ini, antara lain Amphitheatrum Flavium (gelanggang pertunjukan Flavius), Forum Traiani (alun-alun Traianus), dan Pantheum (kuil segala dewa-dewi). Ada pula gedung-gedung pementasan, gedung-gedung perguruan sekaligus pusat kebugaran, pasar-pasar, gorong-gorong pembuangan, rumah-rumah pemandian lengkap dengan perpustakaan dan toko-toko, serta pancuran-pancuran air minum yang dialirkan beratus-ratus meter melalui akuaduk-akuaduk. Jenis bangunan hunian di seluruh wilayah Romawi Kuno berkisar dari rumah-rumah tinggal sederhana sampai vila-vila di daerah pedesaan.
Di ibu kota Roma, wisma-wisma kediaman kaisar berdiri megah di Bukit Palatium. Kaum Plebs dan kaum Eques tinggal di pusat kota, berdesak-desakan dalam hunian-hunian susun atau Insula, yang mirip sekali dengan kampung-kampung kumuh pada Zaman Modern. Hunian-hunian yang sering kali dibangun oleh juragan-juragan tanah dari kalangan atas untuk disewakan ini kerap berpusat pada suatu collegium (perhimpunan) atau taberna (kedai). Para penghuninya dijatahi pasokan gandum cuma-cuma, dihibur dengan pertunjukan-pertunjukan adu ketangkasan gladiator, dan terikat dalam hubungan anak semang - induk semang dengan orang-orang Patricius, yakni orang-orang yang mereka mintai bantuan dan yang kepentingannya mereka junjung.
Bahasa asli bangsa Romawi adalah bahasa Latin, salah satu bahasa dalam rumpun bahasa Italik. Tata bahasa Latin sedikit sekali bergantung pada urut-urutan kata, dan justru mengandalkan sistem pengimbuhan kata dasar sebagai sarana penyampai maksud.[208] Aksaranya dikembangkan dari aksara Etruski, yang diturunkan dari aksara Yunani.[209] Sekalipun seluruh karya sastra Latin yang sintas sampai sekarang adalah karya-karya susastra yang ditulis dalam bahasa Latin Klasik, sebuah bahasa susastra yang sangat tertata lagi muluk berbunga-bunga dari abad pertama sebelum permulaan tarikh Masehi, bahasa tutur di Kekaisaran Romawi sesungguhnya adalah bahasa Latin Umum, yang cukup berbeda dari bahasa Latin Klasik, baik dalam tata bahasa maupun kosakata, dan ujung-ujungnya juga dalam pelafalan.[210] Para penutur bahasa Latin mampu memahami kedua ragam bahasa ini sampai dengan abad ke-7, manakala bahasa tutur sudah sangat jauh menyimpang dari bahasa susastra sampai-sampai 'bahasa Latin Klasik' alias 'bahasa Latin yang baik dan benar' harus dipelajari sebagai bahasa sekunder.[211]
Kendati bahasa Latin tetap menjadi bahasa sastra utama di Kekaisaran Romawi, posisinya sebagai bahasa tutur akhirnya tergeser oleh bahasa Yunani, yang menjadi bahasa para petinggi terpelajar, karena sebagian besar karya sastra yang dipelajari oleh bangsa Romawi tertulis dalam bahasa Yunani. Di belahan timur Kekaisaran Romawi, yang kelak menjadi Kekaisaran Romawi Timur, bahasa Latin tidak kunjung mampu menggeser bahasa Yunani, dan sesudah kemangkatan Kaisar Iustinianus, bahasa Yunani menjadi bahasa resmi pemerintahan Kekaisaran Romawi Timur.[212] Gerak ekspansi Kekaisaran Romawi telah menyebarluaskan bahasa Latin ke seluruh Eropa. Bahasa Latin Umum pun berkembang menjadi macam-macam dialek yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain, dan lambat laun berubah menjadi bahasa-bahasa berlainan yang kini digolongkan ke dalam rumpun bahasa Romawi.
Agama asli bangsa Romawi, setidaknya mengenai dewa-dewinya, bukanlah sekumpulan narasi tertulis, melainkan hal ihwal hubungan timbal balik antara dewa-dewi dan umat manusia.[213] Berbeda dari dewa-dewi Yunani, dewa-dewi Romawi tidak dipersonifikasi, tetapi secara taksa diartikan sebagai roh-roh suci yang disebut numina. Bangsa Romawi juga percaya bahwa tiap-tiap orang, tempat, atau benda memiliki penunggu niskala (genius) masing-masing. Kehidupan beragama pada zaman republik diatur secara ketat oleh jawatan rohaniwan, yang beranggotakan orang-orang berpangkat senator. Collegium Pontificum (majelis begawan) menempati jenjang teratas dalam jawatan ini, dan Pontifex Maximus (begawan tertinggi), ketua Collegium Pontificum, adalah pemimpin agama negara. Para flamen (pendeta) mengurusi hal-ihwal kebaktian kepada dewa-dewi, sementara para augur (penenung) dipercaya menilik untung malang orang dengan cara menafsirkan gelagat. Rex Sacrorum (raja keramat) menjalankan segala tanggung jawab keagamaan dari raja-raja yang dimakzulkan. Pada zaman kekaisaran, kaisar didewakan,[214][215] dan penyembahan terhadap kaisar sebagai dewa diutamakan.
Seiring meningkatnya perhubungan dengan bangsa Yunani, dewa-dewi lama bangsa Romawi lambat laun disamakan dengan dewa-dewi bangsa Yunani.[216] Iuppiter dianggap sama dengan Zeus, Mars dianggap sama dengan Ares, dan Neptunus dianggap sama dengan Poseidon. Dewa-dewi bangsa Romawi juga dihubung-hubungan dengan alat-alat kebesaran dan berbagai mitologi yang serupa dengan dewa-dewi bangsa Yunani. Pada zaman kekaisaran, bangsa Romawi menyerap mitologi bangsa-bangsa taklukan mereka, sampai-sampai kuil-kuil dewa-dewi asli Jazirah Italia tegak berdampingan dengan kuil-kuil dewa-dewi asing.[217]
Semenjak zaman pemerintahan Kaisar Nero pada abad pertama tarikh Masehi, sikap resmi bangsa Romawi terhadap agama Kristen bersifat negatif, bahkan adakalanya orang terancam dihukum mati jika ketahuan memeluk agama Kristen. Pada masa pemerintahan Kaisar Diocletianus, aniaya terhadap umat Kristen mencapai puncaknya. Kendati demikian, agama Kristen akhirnya menjadi agama yang didukung secara resmi oleh negara pada masa pemerintahan kaisar pengganti Diocletianus, Constantinus I, dengan diterbitkannya Maklumat Milan tahun 313, dan tak lama kemudian sudah menjadi agama mayoritas. Keberadaan semua agama selain Kristen di wilayah Kekaisaran Romawi diharamkan pada tahun 391 M oleh Kaisar Theodosius I.[218]
Tata susila dan budi pekerti
Sama seperti peradaban-peradaban kuno lainnya, peradaban Romawi Kuno juga memiliki konsep-konsep tata susila dan budi pekerti yang jauh berbeda dari anutan masyarakat Zaman Modern, kendati ada pula unsur-unsur yang sama. Peradaban-peradaban masa lampau seperti Romawi Kuno senantiasa dibayang-bayangi ancaman serangan suku-suku perampok, sehingga wajar jika peradaban-peradaban ini memiliki budaya kewiraan, dan sangat menghargai kecakapan bertempur.[219] Jika masyarakat Zaman Modern menganggap belas kasihan sebagai kebajikan, maka masyarakat Romawi Kuno justru menganggapnya sebagai kebejatan akhlak. Malah salah satu tujuan utama digelarnya pertunjukan laga gladiator adalah untuk membuat rakyat kebal terhadap kelemahan ini.[219][220][221] Kendati demikian, bangsa Romawi Kuno sangat menghargai keberanian dan ketabahan (virtus), rasa tanggung jawab terhadap sesama, ugahari dan irit (moderatio), pengampunan dan tenggang rasa (clementia), sifat tegas (severitas), serta sifat berbakti (pietas).[222]
Bertolak belakang dari anggapan umum, masyarakat Romawi Kuno sesungguhnya memiliki norma-norma penertib berahi yang tegas dan berakar kuat, kendati seperti banyak masyarakat lain, kaum perempuanlah yang lebih banyak dibebani aturan. Kaum perempuan pada umumnya diharapkan untuk bersuami hanya sekali seumur hidup (univira), kendati norma ini tidak begitu dipatuhi oleh perempuan-perempuan kalangan atas, terutama pada zaman kekaisaran. Kaum perempuan diharapkan untuk tampil santun di muka umum, menghindari dandanan yang mencolok, setia berbakti kepada suami (pudicitia), dan diharapkan mengenakan kerudung demi menjaga sopan santun. Sanggama di luar ikatan perkawinan pada umumnya dipandang keji, baik bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan diharamkan pada zaman kekaisaran.[223] Kendati demikian, praktik pelacuran diperbolehkan dan diatur dengan undang-undang.[224]
Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla
Gaius Marius, seorang homo novus, yang belum lama terjun ke bidang politik berkat sokongan keluarga Metellus, tampil menjadi salah seorang tokoh pemimpin Republik Romawi, ketika terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya pada tahun 107 SM, setelah mengemukakan bahwa mantan induk semangnya, Quintus Caecilius Metellus Numidicus, tidak mampu mengalahkan dan meringkus Iugurtha, Raja Numidia. Sesudah terpilih, Gaius Marius pun mulai melaksanakan usaha-usaha reformasi di bidang militer. Ketika membentuk pasukan dalam rangka memerangi Iugurtha, ia merekrut para warga termiskin (suatu inovasi), dan banyak pula warga tak berlahan yang diterima menjadi prajurit. Kebijakan semacam ini memupuk kesetiaan bala tentara pada senapati. Seumur hidupnya, Gaius Marius terpilih menjadi consul sebanyak tujuh kali. Belum pernah ada orang sebelum Gaius Marius yang terpilih kembali menjadi consul sampai tujuh kali.
Ketika itulah Gaius Marius mulai bertikai dengan Lucius Cornelius Sulla. Gaius Marius, yang hendak menangkap Iugurtha, meminta Bocchus, menantu Iugurtha sendiri, untuk menyerahkan Iugurtha kepadanya. Ketika niat Gaius Marius tidak tercapai, Lucius Cornelius Sulla, yang kala itu adalah salah seorang perwira bawahan Gaius Marius, nekat menerjang bahaya demi dapat bertatap muka secara langsung Bocchus dan berhasil membujuknya untuk untuk menyerahkan Iugurtha. Keberhasilan Lucius Cornelius Sulla sangat menggusarkan Gaius Marius karena sekian banyak seterunya terus-menerus memanas-manasi Lucius Cornelius Sulla untuk menentangnya. Kendati demikian, Gaius Marius tetap saja terpilih menjadi consul sampai lima kali berturut-turut dari tahun 104 sampai dengan tahun 100 SM, karena Roma masih membutuhkan kehadiran seorang pemimpin militer untuk menundukkan orang Kimbri dan orang Teuton, yang mengancam ketenteraman Roma.
Sesudah Gaius Marius pensiun, Roma untuk beberapa waktu lamanya dapat menikmati masa damai. Pada kurun waktu inilah para socius (sekutu) di Italia meminta pengakuan dan hak suara selaku rakyat Republik Romawi. Tokoh pembaharu, Marcus Livius Drusus, mendukung pengabulan permintaan mereka melalui undang-undang tetapi ia tewas dibunuh orang, dan para socius bangkit memberontak melawan Roma dalam Perang Sekutu. Ketika kedua consul gugur, Gaius Marius diangkat menjadi panglima perang bersama-sama dengan Lucius Iulius Caesar dan Lucius Cornelius Sulla.[47]
Seusai Perang Sekutu, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla menjadi tokoh-tokoh militer terkemuka di Roma, dan para pendukung mereka saling berseteru memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 88 SM, Lucius Cornelius Sulla terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya, dan tugas perdananya adalah mengalahkan Mitridates VI dari Pontus, yang berniat menguasai bagian timur dari wilayah kekuasaan bangsa Romawi. Kendati demikian, para pendukung Gaius Marius berhasil memperjuangkan pengangkatannya menjadi senapati di luar kemauan Lucius Cornelius Sulla maupun senatus, sehingga mengobarkan amarah Lucius Cornelius Sulla. Demi mengukuhkan kekuasaannya sendiri, Lucius Cornelius Sulla mengambil suatu langkah yang mengejutkan sekaligus melanggar hukum, yakni memimpin perbarisan legiun-legiunnya menuju Roma, membunuh semua orang yang menunjukkan keberpihakan pada Gaius Marius, menancapkan kepala korban-korbannya pada galah, lalu dipajang di Forum Romanum. Pada tahun berikutnya, yakni tahun 87 SM, Gaius Marius, yang tadinya lari menghindari aksi militer Lucius Cornelius Sulla, pulang ke Roma selagi Lucius Cornelius Sulla sibuk berperang di Yunani. Ia merebut kekuasaan bersama-sama dengan consul Lucius Cornelius Cinna, membunuh consul yang satunya lagi, yakni Gnaeus Octavius, dan menjadi consul untuk ketujuh kalinya. Dengan maksud membangkitkan amarah Lucius Cornelius Sulla, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Cinna membantai orang-orang yang mendukung Lucius Cornelius Sulla sebagai bentuk balas dendam atas pembantaian para pendukung Gaius Marius.[47][48]
Gaius Marius wafat pada tahun 86 BC, karena usia yang sudah lanjut maupun akibat kondisi kesehatan yang memburuk, hanya beberapa bulan sesudah merebut kekuasaan. Lucius Cornelius Cinna berkuasa mutlak sampai wafat pada tahun 84 SM. Sepulangnya dari medan perang di bagian timur wilayah kekuasaan Romawi, Lucius Cornelius Sulla dengan leluasa mengukuhkan kekuasaannya. Pada tahun 83 SM, untuk kedua kalinya ia memimpin perbarisan menuju Roma dan meneror seisi kota. Ribuan patricius, eques, dan senator dieksekusi mati. Lucius Cornelius Sulla juga menjadi diktator sampai dua kali masa jabatan, dan menjadi sekali menjadi consul. Masa pemerintahannya merupakan pangkal dari krisis dan kemerosotan Republik Romawi.[47]
Seni rupa, musik, dan sastra
Langgam lukis Romawi menunjukkan pengaruh-pengaruh Yunani. Karya-karya seni lukis Romawi yang sintas sampai sekarang lebih banyak berupa fresko-fresko penghias dinding dan lelangit vila-vila di daerah pedesaan, kendati kesusastraan Romawi menyebut-nyebut pula tentang lukisan-lukisan pada kayu, gading, dan benda-benda lain.[225][226] Berdasarkan sejumlah peninggalan karya seni lukis Romawi yang ditemukan di Pompeii, para sejarawan seni rupa membagi sejarah seni lukis Romawi menjadi empat kurun waktu dengan langgamnya masing-masing. Langgam I digunakan sejak permulaan abad ke-2 SM sampai permulaan atau pertengahan abad pertama SM. Lukisan-lukisan langgam I kebanyakan berupa tiruan permukaan pualam dan dinding batu, kendati adakalanya ditambahi gambar sosok-sosok mitologi.
Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan, maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak mujarad.
Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.
Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan sandiwara-sandiwara sedih.
Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba, sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum (sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus (semacam organ air).[229]
Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]
Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]
Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan. Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]
Rujukan dan keterangan
Bangsa Romawi adalah penduduk kota Roma. Kota Roma dimulai dari perkampungan kecil di bukit-bukit Palatine dan Aventine. Diceritakan bahwa Romulus adalah raja pertama Roma, dan pendirian Roma secara tradisional terjadi pada 753 SM. Menurut legenda, Romulus merupakan keturunan pahlawan Troya, Aineias, yang bermigrasi ke Latium (Italia) setelah kejatuhan Troya.
Kerajaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja. Raja ketujuhnya dikudeta dan rakyat Romawi menggantikannya dengan sistem pemerintahan republik pada 510 SM, sehingga Kerajaan Romawi berubah menjadi Republik Romawi. Pada masa kerajaan, tiga raja terakhir Romawi berasal dari bangsa Etruria (Toscana modern). Pada waku itu, bangsa Etruria adalah orang-orang yang paling kuat dan berpengaruh. Bangsa Etruria juga mengajari bangsa Romawi mengembangkan tulisan, ilmu pasti, arsitektur, seni, dan agama.
Romawi memenangkan serangkaian perang melawan musuh maupun sekutunya sendiri di daerah Latium. Pada abad ketiga SM, Romawi sukses menaklukan sebagian besar semenanjung Italia. Taras (kelak Tartentum) meminta Pirrhos dari Epiros untuk membebaskan kota-kota Yunani di Italia yang dikuasai oleh Romawi. Pirrhos memenangkan beberapa pertempuran (281-275 SM), namun kehilangan banyak sekali pasukan. Karenanya, Pirrhos pernah berkata, "jika sekali lagi kita menang, kita tetap akan dihancurkan oleh Romawi". Hingga kini, ungkapan "Kejayaan Pirrhos" diucapkan untuk menyatakan suatu kemenangan dengan pengorbanan yang besar.
Pada akhirnya, Romawi mengalahkan Yunani pada Pertempuran Beneventum (275 SM), dan Pirrhos harus angkat kaki dari Italia.
Pada saat kampanye militer Pirrhos di Italia dan Sisilia, Kartaghe merupakan sekutu Romawi, karena Pirrhos juga menyerang kota Kartaghe di Sisilia. Tetapi, di kemudian hari Romawi tertarik untuk menguasai Spanyol dan kepulauan Sardinia dan Korsika, yang saat itu dikendalikan oleh Kartaghe. Maka Kartaghe pun berkonfrontasi melawan Romawi dan terjadilan Perang Punik Pertama (264-241 SM). Pada akhirnya Kartaghe terpaksa harus menyetujui perjanjian dari Romawi.
Yang paling terkenal adalah Perang Punik Kedua (218-201 SM) ketika Kartaghe dipimpin oleh jenderal Hannibal Barca. Dengan membawa pasukan besar dari Kartaghe, Hannibal menginvasi Italia dan mengalahkan banyak legion Romawi. Hannibal menggunakan strategi serangan kejutan dan memenangkan pertempuran di Sungai Trebia (218 SM) dan di Danau Trasimene (217 SM). Pada Pertempuran Cannae, Hannibal kembali menunjukkan kehebatannya. Sementara Hannibal memimpin pasukan utamanya untuk menahan pasukan Romawi, sisa pasukannya mengelilingi pasukan Romawi dan memotong jalan keluar mereka. Pasukan Romawi lalu dihantam baik dari belakang maupun dari kedua sayap. Semua konsul dan dua mantan konsul Romawi terbunuh dalam pertempuran itu.
Romawi mengalami kerugian yang hebat namun mereka tidak menyerah pada Hannibal. Romawi lalu menunjuk salah satu jenderalnya, Quintus Fabius Maximus Kunktator, sebagai diktator. Strategi Fabius cukup sederhana: ikuti dan ganggu pasukan Hannibal, namun jangan lakukan pertempuran terbuka. Ini adalah jenis perang gerilya. Pada saat yang sama, Romawi mengirim pasukan yang dipimpin oleh Scipio bersaudara untuk menyerang basis Kartaghe di Spanyol, namun mereka terbunuh pada 211 SM. Scipio lain (anak dari salah satu Scipio yang terbunuh, kelak dikenal sebagai Scipio Afrikanus) memimpin serangan susulan dan berhasil menguasai Karthage Nova (Karthage baru) di Spanyol. Dia juga berhasil mengalahkan dan mengusir Hasdrubal Barca (adik Hannibal) dari Spanyol. Hasdrubal berusaha bergabung dengan kakaknya di Italia, namun usahanya digagalkan. Hasdrubal dikalahkan pada Pertempuran Metaurus (207 SM). Dengan perginya Kartaghe dari Spanyol, Scipio mengalihkan perhatiannya ke pusat pemerintahan Kartagahe, yaitu di Afrika. Hannibal tak punya pilihan selain meninggalkan Italia dan kembali ke Kartaghe.
Sebuah pertempuran besar terjadi di Zama pada 202 SM. Hannibal dan Scipio belum pernah bertempur sebelumnya, namun Scipio telah mempelajari taktik dan strategi Hannibal. Kali ini, pasukan kavaleri Romawi jumlahnya lebih banyak, dan Scipio menggunakan metode pengepungan milik Hannibal. Scipio mengirimkan pasukan kavalerinya untuk menyerang pasukan Hannibal dari belakang. Pada akhirnya, Kartaghe lagi-lagi harus menyetujui perjanjian damai hasil bikinan Romawi.
Tetapi, perdamaian dengan Kartaghe tidak menghentikan Romawi untuk mencari daerah jajahan baru di luar Italia. Pada saat kampanye militer Kartaghe di Italia, Filipos V (Philip V) dari Makedonia ikut membantu Kartaghe. Akibatnya Romawi pun menyerang Makedonia. Filipos V dikalahkan pada pertempuran di Kinosefalai (197 SM). Sekutu Filipos, Antioklos dari Suriah dan Asia Minor, juga ikut diserang dan dikalahkan. Di kemudian hari, Romawi kembali berperang melawan Makedonia, kali ini Makedonia dipimpin oleh putra Filipos V, yaitu Perseus. Makedonia dikalahkan pada pertempuran di Pidna (168 SM) dan Makedonia pun menjadi daerah jajahan Romawi.
Sementara itu Kartaghe di Afrika dan Korintus di Yunani bangkit melawan Romawi. Namun Romawi mampu mengalahkan mereka. Pada 146 SM, Romawi membakar habis kota Kartaghe dan Korintus. Romawi juga menjual semua penduduk Korinthos sebagai budak dan mengambil semua benda seni mereka. Dengan demikian, Afrika dan Yunani pun menjadi daerah kekuasaan Romawi.
Pada abad pertama SM, terjadi pemberontakan sipil di kota Roma. Para jenderal Romawi (yang sekalgus merupakan gubernur) saling memperebutkan kekuasaan. Pada 49 SM, terjadi lagi perang sipil antara Julius Caesar dan Pompey Magus. Caesar berhasil mengalahkan Pompey dan kembali ke Roma untuk membuat beberapa perubahan pada sistem politik Romawi. Namun dia dibunuh pada 44 SM. Persekutuan sementara didirikan oleh Oktavianus (keponakan Caesar), dan Markus Antonius (Mark Antony), salah satu anak buah Caesar. Mereka berbagi kekuasaan, Oktavianus memerintah wilayah barat, sedangkan Antonius mengurusi wilayah timur, seperti Yunani dan Suriah. Suatu hari, Antonius jatuh cinta pada Cleopatra, ratu Mesir dan mantan kekasih Caesar. Antonius lalu menceraikan saudari Oktavanianus dan menikahi Cleopatra, akibatnya terjadi perang antara keduanya. Oktavianus berhasil mengalahkan Antonius pada pertempuran laut di Aktium pada 31 SM. Antonius dan Cleopatra lalu bunuh diri.
Sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan, Oktavianus pun menjadi kaisar pertama Romawi pada 30 SM. Pada 27 SM, Oktavianus kembali ke Roma dan mulai melakukan reformasi pemerintahan. Namanya diganti menjadi Augustus Caesar. Romawi akhirnya kembali pulih setelah perang sipil yang panjang. Karya-karya Virgilus dan Ovidius bermunculan pada periode ini.
Selama perang sipil, Romawi memberikan kewarganegaraan Romawi pada para sekutunya, setelah Perang Sosial (91-89 SM). Pada masa Julius Caesar, kewarganegaraan boleh diberikan pada orang non-Italia, misalnya orang Galia, dan pada orang yang ingin tinggal di Kekaisaran Romawi. Salah satu warga Romawi yang terkenal adalah Saulus yang Yahudi, yang kelak dikenal sebagai Rasul Paulus.
Banyak di antara kaisar Romawi yang tak dilahirkan di kota Roma. Mungkin satu-satunya syarat untuk menjadi kaisar Romawi adalah harus warga Romawi. Kadanag, Senat memilih orang sebagai kaisar, namun di lain waktu, kandidat kaisar dicalonkan oleh pasukan Romawi di berbagai provinsi.
Augustus meninggalkan dinasti di Romawi setelah dia meninggal pada 41 M. Dia diteruskan oleh pemerintahan Tiberius (14-37 M), Caligula (37-41 M), Klaudius (41-54 M) dan Nero (54-68 M). Dinasti itu berakhir setelah kaisar Nero wafat pada 68 M. Dia bunuh diri setelah rakyatnya memberontak padanya. Setelah Nero, Romawi dipimpin oleh tiga kaisar dan masa pemerintahan mereka berlangsung pendek.
Pada 69 M, gubernur Romawi, Vespasianus (69-79 M), menjadi kaisar dan mendirikan dinasti yang baru. Di digantikan oleh putranya Titus (79-81 M) dan Domitianus (81-96 M).
Kekaisaran Romawi mencapai level dan stabilitas yang baru ketika dipimpin oleh kaisar Trajanus (98-117 M), Hadrianus (117-138 M) dan Antoninus Pius (138-161 M). Markus Aurelius (161-180 M) harus menjalani serangkaian pertempuran melawan kaum barbar di perbatasan Romawi. Dia digantikan oleh Kommodius, yang dibunuh pada 192 M. Pada abad ketiga M, terjadi gejolak dan pemberontakan di Romawi yang menyebabkan keterpurukan ekonomi.
Kaisar Diocletianus (284-305 M) dan koleganya Maximianus berusaha membangun kembali kekaisaran. Pengganti Diocletianus adalah Konstantius, yang merupakan ayah Constantinus Agung (312-337 M). Adalah Constantinus yang memindahkan ibukota ke Bizantium, yang namanya diganti menjadi Konstantinopel. Constantinus juga menjadikan Nasrani sebagai agama negara, walaupun dia sendiri baru dibaptis menjelang saat-saat kematiannya.
Pada abad keempat Masehi, perbatasan Romawi mendapat tekanan hebat dari kaum barbar, terutama oleh kaum Jerman. Kekaisaran Romawi lalu dibagi menjadi dua (394), dan masing-masing dipimpin oleh putra-putra kaisar Theodosius: Honorius memerintah di Romawi Barat, dan Arkadius berkuasa di Romawi Timur. Ada dua kelompok kaum Goth yang paling merusak Romawi, yaitu Visigoth dan Ostrogoth. Kaum Visigoth, dipimpin oleh Alarik, menyerang kota Roma pada 410 M. Karena hal ini, Honorius memanggil pulang legionnya yang sedang bertugas di Britania dan menyuruh mereka untuk mengabaikan daerah tersebut. Romawi Barat lalu diserang oleh Attila orang Hun, yang pasukannya berasal dari Asia Tengah. Attila dikalahkan pada Pertempuran Chalons di Perancis pada 451 M. Attila meninggal pada 453 M, namun setahun sebelumnya Atilla sempat menghancurkan daerah Aquileia di Italia Utara.
Adalah kaum Ostrogoth yang berhasil menaklukan Kekaisaran Romawi Barat. Pemimpin Ostrogoth, Odoaker, mengangkat dirinya sebagai Raja Italia. Dia juga mengasingkan kaisar terakhir Romawi, Romulus Augustus, ke Campagnia pada 76. Kaum Ostrogoth lainnya, dipimpin oleh Theodorik Agung, menginvasi Italia pada 489 M dan mendirikan kerajaan di Italia utara pada 493 M. Masa pemerintahan Theodorik berakhir pada 526 M, namun legendanya tetap abadi. Theodorik menjadi pahlawan dalam mitologi Norwegia, dan dia dikenal sebagai Dietrich dari Verona (atau Theodorik dari Bern).
Hukum Romawi memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum di dunia Barat.
Agama Romawi Kuno bersifat politeis, dengan banyak dewa dan dewi.
Kejatuhan Kekaisaran Romawi
Beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat adalah invasi bangsa barbar, masalah ekonomi, dan korupsi.
Pembagian Kekaisaran:
Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua bagian, yaitu Romawi Barat dan Romawi Timur (Bizantium). Romawi Barat runtuh pada abad ke-5 M, sedangkan Romawi Timur bertahan hingga tahun 1453.
Hukum Romawi menjadi dasar bagi sistem hukum di banyak negara Eropa.
Bahasa Latin, bahasa resmi Kekaisaran Romawi, menjadi dasar bagi banyak bahasa Eropa.
Bangunan-bangunan Romawi seperti Colosseum dan Pantheon masih berdiri hingga saat ini.
Sistem pemerintahan Romawi memengaruhi perkembangan pemerintahan di banyak negara.
Topik-topik menarik lainnya yang bisa Anda pelajari:
Petarung profesional yang menghibur penonton di Colosseum.
Kisah-kisah tentang dewa-dewi Romawi.
Kehidupan sehari-hari:
Bagaimana orang Romawi kuno hidup dan bekerja.
Seni dan sastra Romawi:
Karya-karya seni dan sastra yang dihasilkan oleh peradaban Romawi.
Apakah ada topik spesifik tentang Romawi Kuno yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?
Beberapa pertanyaan yang bisa Anda ajukan:
Siapa kaisar Romawi yang paling terkenal?
Apa perbedaan antara republik dan kekaisaran?
Bagaimana sistem perbudakan bekerja di Roma Kuno?
Apa saja peninggalan Romawi yang masih bisa kita lihat saat ini?
This item is eligible for free replacement, within 10 days of delivery, in an unlikely event of damaged, defective or different/wrong item delivered to you. .
Please keep the item in its original condition, original packaging, with user manual, warranty cards, and original accessories in manufacturer packaging for a successful return pick-up.
If you report an issue with your Furniture,we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we will provide resolution.
Returnable if you’ve received the product in a condition that is damaged, defective or different from its description on the product detail page on Amazon.in.
In certain cases, if you report an issue with your Air Conditioner, Refrigerator, Washing Machine or Microwave, we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we'll provide a resolution.
Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Bangsa Romawi mempergunakan beberapa sistem berbeda untuk penulisan angka. Kadang mereka menulis angka seperti ini: I II III IV V dan di lain waktu mereka mempergunakan angka Yunani. Angka Romawi tidak selalu ditulis dengan cara yang sama. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan angka Romawi.
Jadi, MMIII adalah 2003, dan XXIV adalah 24, dan CLVII adalah 157. Menaruh angka yang lebih besar seperti V setelah angka yang lebih kecil seperti I berarti V dikurangi I atau 5 dikurangi 1 yang berarti 4.
Berikut ini adalah beberapa contoh lainnya:
Dengan sistem penulisan seperti ini, anak-anak Romawi mengalami kesulitan ketika melakukan perkalian, pembagian, atau penambahan angka dalam jumlah besar. Karena itu, anak-anak Romawi, bahkan anak-anak yang bersekolah, tidak melakukan perkalian dan pembagian angka besar di kertas, tetapi mereka menghafal tabel perkalian. Untuk angka-angka besar, mereka mempergunakan papan hitung atau abacus. Tetapi banyak perkalian dan pembagian angka besar biasanya dilakukan oleh orang Romawi yang ahli, bukan oleh orang biasa.
Di bidang historiografi, Romawi Kuno adalah sebutan bagi peradaban bangsa Romawi mulai dari berdirinya kota Roma di Jazirah Italia pada abad ke-8 pra-Masehi sampai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 tarikh Masehi, yakni kurun waktu yang mencakup zaman Kerajaan Romawi, zaman Republik Romawi, dan zaman Kekaisaran Romawi sampai dengan tumbangnya Romawi Barat. Cikal bakal peradaban ini adalah perkampungan suku bangsa Italik di Jazirah Italia, yang didirikan pada tahun 753 SM, dan kelak tumbuh menjadi kota Roma. Nama kota Roma adalah cikal bakal dari nama kekaisaran yang menjadikannya ibu kota, sekaligus cikal bakal dari nama peradaban yang dikembangkan dan disebarluaskan oleh kekaisaran itu. Kekaisaran Romawi tumbuh menjadi salah satu kekaisaran terbesar di dunia pada Abad Kuno, dengan populasi seramai kira-kira 50 sampai 90 juta jiwa, dan wilayah seluas 5 juta persegi pada tahun 117 M.Dari abad ke abad, negara binaan bangsa Romawi ini sedikit demi sedikit berkembang dari negara monarki elektif menjadi negara republik kuno yang demokratis, dan selanjutnya menjadi negara kekaisaran diktator militer semielektif yang kian lama kian autokratis.
Olah raga dan hiburan
Ada bermacam-macam kegiatan olahraga bagi kawula muda kota Roma, antara lain olahraga lompat, gulat, tinju, dan balap.[233] Di daerah-daerah pedesaan, orang-orang kaya mengisi waktu senggang dengan kegiatan memancing dan berburu.[234] Bangsa Romawi juga mengenal sejumlah olahraga permainan yang menggunakan bola, antara lain permainan yang mirip dengan olahraga bola tangan Zaman Modern.[233] Permainan-permainan yang menggunakan dadu dan papan, serta berjudi merupakan kegiatan-kegiatan yang digemari orang sebagai pengisi waktu senggang.[233] Kaum perempuan tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan semacam ini. Bagi para hartawan, pesta-pesta perjamuan merupakan kesempatan untuk menghibur diri. Pesta-pesta semacam ini adakalanya diiringi musik, tari-tarian, dan pembacaan syair.[225] Rakyat jelata kadang-kadang menikmati pesta-pesta serupa yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan atau serikat-serikat mereka, tetapi bagi sebagian besar masyarakat Romawi Kuno, perjamuan hiburan biasanya berarti acara kumpul-kumpul di kedai-kedai minum yang diselenggarakan oleh atasan atau induk semang mereka.[225] Kanak-kanak Romawi Kuno menghibur diri dengan mainan-mainan serta dolanan-dolanan semisal lompat kangkang melewati punggung teman.[225][234]
Penyandang dana penyelenggaraan lomba-lomba untuk tontonan umum adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ingin pamer kebaikan dengan harapan dapat menuai dukungan masyarakat. Pada zaman kekaisaran, penyandang dana lazimnya adalah kaisar. Sejumlah ajang dibangun khusus untuk dijadikan tempat penyelenggaraan lomba-lomba yang ditonton masyarakat umum. Koloseum dibangun pada zaman kekaisaran sebagai tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan, antara lain laga gladiator. Pertunjukan adu ketangkasan ini bermula sebagai bagian dari upacara pemakaman sekitar abad ke-4 SM, dan menjadi tontonan kegemaran khalayak ramai pada penghujung zaman republik sampai pada zaman kekaisaran. Para gladiator, yang diperlengkapi aneka bentuk senjata dan zirah, adakalanya bertarung sampai mati, tetapi sering kali hanya sampai dinyatakan menang, tergantung pada keputusan wasit, yang lazimnya menuruti keinginan penonton. Pertunjukan-pertunjukan satwa eksotis juga merupakan sebuah tontonan populer tersendiri, tetapi adakalanya satwa diadu dengan orang, baik petarung profesional yang diperlengkapi senjata maupun terpidana mati tanpa senjata. Sejumlah pertunjukan adu satwa dengan manusia didasarkan pada kisah-kisah dalam mitologi Romawi atau Yunani.
Lomba balap kereta digilai seluruh lapisan masyarakat. Di Roma, lomba-lomba ini lazimnya digelar di Circus Maximus (Gelanggang Akbar), yang memang khusus dibangun sebagai tempat menggelar lomba balap kereta dan pacuan kuda. Sebagai bangunan publik terbesar di kota Roma, Circus Maximus juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta-pesta rakyat dan pertunjukan-pertunjukan ketangkasan satwa.[235] Circus Maximus mampu menampung sekitar 150.000 penonton.[236] Para pembalap bertanding secara beregu, dan tiap-tiap regu pembalap memakai warna tertentu sebagai ciri khasnya. Di tengah-tengah gelanggang, membujur alang pembatas (spina) yang melandasi tugu-tugu, kuil-kuil, patung-patung, dan alat hitung putaran balap. Jajaran tempat duduk terbaik berada tepat di pinggir jalur pacuan, dan menjadi jatah para senator. Jajaran tempat duduk di belakang para senator adalah jatah kaum eques (kesatria), sementara kaum plebs (rakyat jelata) dan warga asing menempati jajaran tempat duduk selebihnya di belakang kaum eques. Penyandang dana penyelenggaraan lomba balap duduk di panggung tinggi bersama jajaran arca dewa-dewi, sehingga dapat dilihat semua orang. Penonton mempertaruhkan banyak uang dalam judi balap. Ada yang berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada dewa-dewi demi kemenangan pembalap jagoannya, ada yang sengaja mengguna-gunai regu lawan agar kalah, dan ada pula penggila-penggila lomba balap yang bergabung membentuk kelompok-kelompok pendukung setia, biang keladi tawuran antarpenonton.
Peradaban Romawi Kuno patut berbangga atas prestasi-prestasi mereka yang mengagumkan di bidang teknologi. Teknologi Romawi Kuno sudah mengalami banyak kemajuan, tetapi terlupakan pada Abad Pertengahan, dan baru ditemukan kembali pada abad ke-19 dan abad ke-20. Salah satu contohnya adalah teknologi kaca isolasi, yang baru ditemukan kembali pada era 1930-an. Banyak inovasi praktis bangsa Romawi yang diadopsi dari rancangan-rancangan terdahulu bangsa Yunani. Kemajuan teknologi bangsa Romawi sering kali terbagi-bagi menurut bidang usaha. Para usahawan menyembunyikan rapat-rapat teknologi-teknologi mereka layaknya rahasia dagang.[237]
Ilmu teknik sipil dan teknik militer Romawi Kuno adalah warisan kedigdayaan teknologi bangsa Romawi, yang telah menghasilkan ratusan jalan raya, jembatan, akuaduk, rumah pemandian, gedung pertunjukan, dan gelanggang pada masa jayanya. Banyak bangunan raksasa, semisal Koloseum, Pont du Gard, dan Pantheum, masih tegak sampai sekarang sebagai bukti nyata betapa majunya ilmu teknik dan kebudayaan bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkenal dengan arsitekturnya, yang disekelompokkan dengan arsitektur Yunani Kuno menjadi "arsitektur klasik". Kendati arsitekrut banyak perbedaan dengan arsitektur Yunani Kuno, arsitektur Romawi banyak sekali menyerap kaidah-kaidah baku Yunani dalam rancangan dan proporsi bangunan. Selain dua kaidah tiang bangunan, yakni kaidah gabungan dan kaidah Toskana, serta kaidah pembuatan kubah, yang diturunkan dari pelengkung Etruski, inovasi bangsa Romawi dalam bidang arsitektur relatif sedikit sampai dengan berakhirnya zaman republik.
Pada abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi mulai banyak memanfaatkan beton dalam pengerjaan bangunan. Adonan perekat berbahan dasar pozolana yang direka cipta pada akhir abad ke-3 SM ini pun segera menggeser kedudukan pualam sebagai bahan bangunan utama bangsa Romawi, dan memungkinkan pengerjaan berbagai macam rancangan arsitektur yang terkesan berani.[238] Pada abad pertama pra-Masehi, Vitruvius menulis De Architectura (Perihal Wastuwidya), yang mungkin sekali merupakan karya tulis lengkap pertama mengenai arsitektur dalam sejarah. Menjelang akhir abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi juga mulai menerapkan teknik tiup kaca, tak lama sesudah teknik ini diciptakan di Suriah sekitar tahun 50 SM. Mosaik-mosaik membanjiri Kekaisaran Romawi sesudah karya-karya seni mosaik Yunani Kuno ditemukan kembali semasa aksi militer Lucius Cornelius Sulla di Yunani.
Dengan landasan yang kukuh dan pengatusan yang baik,[239] jalan-jalan raya Romawi dikenal tahan lama, bahkan banyak bagian dari jaringan jalan raya Romawi yang masih digunakan orang seribu tahun sesudah Roma tumbang. Pembangunan jaringan perhubungan darat yang luas, lancar, dan menjangkau seluruh wilayah kekaisaran secara dramatis meningkatkan ketahanan dan pengaruh Roma. Jaringan perhubungan darat ini mempercepat pergerakan legiun-legiun Romawi bilamana dikerahkan ke lokasi tertentu, bahkan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain pada musim apa pun dapat diperkirakan dengan jitu.[240] Jaringan jalan-jalan raya juga memiliki andil penting dalam perekonomian, karena mengukuhkan peran Roma sebagai salah satu titik persimpangan jalur-jalur niaga, yang menjadi cikal bakal dari peribahasa "semua jalan menuju ke Roma". Pemerintah Romawi memantau dan merawat stasiun-stasiun perhentian yang disebut cursus publicus. Stasiun-stasiun ini dibangun dengan jarak yang teratur dari stasiun ke stasiun di sepanjang jalan-jalan raya, dan dimanfaatkan sebagai tempat istirahat para kurir. Pemerintah Romawi juga menciptakan sistem ganti kuda di tiap stasiun sehingga kurir dapat menempuh jarak sampai dengan 80 km (50 mil) dalam sehari.
Bangsa Romawi membangun banyak akuaduk untuk menyalurkan air bersih ke kota-kota serta lokasi-lokasi industri, dan sebagai prasarana penunjang usaha pertanian mereka. Pada abad ke-3 M, air bersih untuk kota Roma dipasok oleh 11 akuaduk, rata-rata panjangnya mencapai 450 km (280 mil). Kebanyakan akuaduk dibina di bawah permukaan tanah. Hanya sebagian kecil yang berada di atas permukaan tanah, ditopang barisan tiang berpelengkung.[241][242] Adakalanya, jika kedalaman lembah yang harus dilewati akuaduk melebihi 500 m (1.640 kaki), konstruksi pipa pindah terbalik digunakan untuk mengalirkan air melintasi lembah.[48]
Urusan sanitasi juga sudah sangat maju. Bangsa Romawi terkenal dengan rumah-rumah pemandiannya (therma), yang dimanfaatkan sebagai tempat membersihkan diri maupun ajang pergaulan. Banyak rumah orang Romawi diperlengkapi dengan jamban guyur, jaringan pipa leding dalam ruangan, dan jaringan selokan. Cloaca Maxima adalah gorong-gorong utama pembuangan air genangan rawa-rawa dan limbah rumah tangga ke Sungai Tiber.
Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pipa-pipa timbal yang digunakan dalam jaringan selokan maupun saluran air bersih mengakibatkan keracunan timbal, biang keladi penurunan angka kelahiran dan kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, yang berbuntut pada tumbangnya Roma. Kendati demikian, kandungan timbal dalam air mungkin sekali sangat sedikit karena aliran air dari akuaduk-akuaduk tidak dibendung. Air mengucur tanpa henti lewat pancuran-pancuran di tempat umum maupun rumah-rumah pribadi kemudian mengalir ke selokan. Hanya segelintir orang yang menggunakan keran air kala itu.[243] Penulis-penulis lain juga telah mengutarakan keberatan mereka atas teori ini, seraya menunjukkan bahwa pipa-pipa air Romawi dilapisi endapan tebal yang tentunya mencegah timbal mencemari air.[244]
Romawi Kuno adalah cikal bakal peradaban Dunia Barat.[246][247][248] Adat istiadat, agama, hukum, teknologi, arsitektur, tata negara, militer, kesusastraan, bahasa, aksara, tata pemerintahan, dan berbagai unsur peradaban Dunia Barat lainnya adalah warisan peninggalan bangsa Romawi. Penemuan kembali kebudayaan bangsa Romawi memberi gairah baru bagi peradaban Dunia Barat lewat andilnya yang besar dalam gerakan Renaisans dan Abad Pencerahan.[249][250]
Meskipun ada bermacam-macam karya tulis mengenai sejarah Romawi Kuno, banyak diantaranya yang sudah musnah, sehingga muncul celah-celah kosong dalam sejarah Romawi Kuno, yang ditambal dengan karya-karya tulis kurang andal semisal Historia Augusta dan buku-buku lain yang tidak jelas penulisnya. Kendati demikian, masih ada sejumlah karya tulis tepercaya mengenai sejarah Romawi Kuno yang lestari sampai sekarang.
Para sejarawan perdana menggunakan karya-karya tulis mereka sebagai sarana untuk mengagung-agungkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Romawi. Pada penghujung zaman republik, beberapa sejarawan bahkan sengaja memutarbalikkan sejarah demi menyanjung induk semang mereka, khususnya semasa perseteruan Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla.[251] Gaius Iulius Caesar sendiri menghasilkan karya-karya tulis sejarah guna memastikan seluruh aksi militer yang dipimpinnya di Galia dan semasa perang saudara tercatat selengkapnya-lengkapnya.
Di Kekaisaran Romawi, berkembang penulisan biografi tokoh-tokoh ternama dan kaisar-kaisar perdana, misalnya De Vita Caesarum karangan Suetonius, dan Vitae Parallelae karangan Plutarkos. Pustaka penting lainnya dari zaman kekaisaran adalah karya-karya tulis Livius dan Tacitus.
Templat:Sejarah Italia Minat mengkaji, bahkan mengidealisasi, peradaban Romawi Kuno mengemuka pada masa Renaisans Italia, bahkan berlanjut sampai sekarang. Charles Montesquieu menulis Considérations sur les causes de la grandeur des Romains et de leur décadence (Pendalaman Sebab Musabab Kebesaran Bangsa Romawi dan Kemerosotannya). Karya tulis penting pertama mengenai Romawi Kuno adalah The History of the Decline and Fall of the Roman Empire karangan Edward Gibbon, yang mengkaji peradaban bangsa Romawi mulai dari penghujung abad ke-2 sampai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453.[252] Sama seperti Charles Montesquieu, Edward Gibbon menyanjung-nyanjung kebajikan bangsa Romawi. Barthold Georg Niebuhr, salah seorang pemrakarsa kajian sejarah Romawi Kuno, menulis Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), yang merunut kurun waktu sejarah bangsa Romawi sampai dengan Perang Punik I. Barthold Georg Niebuhr berusaha memperkirakan cara tradisi bangsa Romawi tumbuh dan berkembang. Menurutnya, bangsa Romawi, sama seperti bangsa-bangsa lain, memiliki suatu etos bersejarah yang diwariskan turun-temurun, teristimewa di kalangan ningrat.
Pada Zaman Napoleon, muncul sebuah karya tulis berjudul Histoire des Romains depuis les temps les plus reculés jusqu'à la mort de Théodose (Sejarah Bangsa Romawi Mulai Dari Masa-Masa Terdahulu Sampai Dengan Kemangkatan Theodosius) karangan Victor Duruy. Karya tulis ini menonjolkan Zaman Caesar yang digemari sidang pembaca kala itu. Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), Römisches Staatsrecht (Undang-Undang Romawi) , dan Corpus Inscriptionum Latinarum (Khasanah Prasasti Latin) adalah karya-karya tulis Theodor Mommsen[253] yang merupakan tonggak-tonggak sejarah penting. Di kemudian hari, terbit pula karya tulis Guglielmo Ferrero yang berjudul Grandezza e decadenza di Roma (Kebesaran dan Kemerosotan Roma). Buku terbitan Rusia, Очерки по истории римского землевладения, преимущественно в эпоху Империи (Ocerki po istorii rimskogo zemlevladenia, preimusycestvenno v epoku Imperii, Garis-Garis Besar Sejarah Kepemilikan Tanah Bangsa Romawi, Khususnya Pada Zaman Kekaisaran), karangan Ivan Grevs, memuat informasi mengenai tata kelola usaha Pomponius Atticus, salah seorang pemilik tanah terluas pada akhir zaman republik.
Octavianus dan Triumviratus II
Terbunuhnya Gaius Iulius Caesar menimbulkan kekacauan politik dan sosial di Roma. Tanpa kepemimpinannya selaku diktator, pemerintahan Roma dijalankan oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya, Marcus Antonius. Tak lama kemudian, Octavius, anak angkat Gaius Iulius Caesar berdasarkan surat wasiatnya, tiba di Roma. Octavianus (para sejarawan menyamakan Octavius dengan Octavianus berdasarkan tata nama orang Romawi) berusaha merapat pada kubu pro mendiang Caesar. Pada tahun 43 SM, bersama Marcus Antonius dan Marcus Aemilius Lepidus, sahabat karib mendiang,[52] ia membentuk persekutuan Triumviratus II melalui undang-undang. Persekutuan ini direncanakan berlaku sampai lima tahun. Saat Triumviratus II terbentuk, 130–300 orang senator dieksekusi mati, dan harta kekayaan mereka disita, karena diputus bersalah telah mendukung komplotan Liberator.[53]
Pada tahun 42 SM, senatus memasyhurkan kedewataan Gaius Iulius Caesar dengan gelar Divus Iulius (Dewata Iulius), sehingga Octavianus selaku ahli warisnya pun disebut Divi Filius (Putra Dewata).[54] Pada tahun yang sama Octavianus dan Marcus Antonius berhasil mengalahkan para pembunuh Gaius Iulius Caesar sekaligus pemimpin komplotan Liberator, yakni Marcus Iunius Brutus dan Gaius Cassius Longinus, dalam Pertempuran Filipi. Triumviratus II terkenal dengan proscriptio, maklumat pelaknatan sebagai musuh negara, yang diterbitkannya bagi banyak senator dan tokoh-tokoh kaum eques. Selepas pemberontakan adik Marcus Antonius, Lucius Antonius, lebih dari 300 orang senator dan tokoh kaum eques yang terlibat dieksekusi mati pada hari Idus Martiae, kendati Lucius Antonius sendiri tidak dieksekusi mati.[55] Triumviratus II mengeluarkan maklumat pelaknatan terhadap sejumlah tokoh penting, termasuk Marcus Tullius Cicero, orang yang dibenci Marcus Antonius;[56] Quintus Tullius Cicero, adik Marcus Tullius Cicero; dan Lucius Iulius Caesar, saudara sepupu sekaligus sahabat Gaius Iulius Caesar yang mendukungMarcus Tullius Cicero. Kendati demikian, Lucius Iulius Caesar akhirnya diberi pengampunan, mungkin atas permintaan kakaknya yang bernama Iulia, ibu dari Marcus Antonius.[57]
Triumviratus II membagi-bagi wilayah kekuasaan Republik Romawi menjadi daerah-daerah kekuasaan ketiga anggotanya. Marcus Aemilius Lepidus mendapatkan Provinsi Afrika, Marcus Antonius mendapatkan provinsi-provinsi di sebelah timur, sementara Octavianus tetap tinggal di Italia serta memerintah atas Hispania dan Galia. Masa ikatan persekutuan Triumvirat II berakhir pada tahun 38 BC tetapi diperbaharui untuk lima tahun lagi. Kendati demikian, sudah hubungan baik antara Octavianus dan Marcus Antonius sudah retak, dan Marcus Aemilius Lepidus dipaksa mengundurkan diri pada tahun 36 SM setelah mengkhianati Octavianus di Sisilia. Pada akhir masa ikatan persekutuan, Marcus Antonius tinggal di Mesir, yang kala itu merupakan sebuah kerajaan merdeka lagi makmur di bawah pemerintahan kekasih Marcus Antonius, Ratu Kleopatra VII. Hubungan asmara Marcus Antonius dan Ratu Kleopatra dipandang sebagai pengkhianatan terhadap negara, karena Kelopatra adalah kepala negara asing. Selain itu, Marcus Antonius dinilai kelewat berfoya-foya dan terlampau keyunani-yunanian bagi seorang pejabat negara Republik Romawi.[58] Setelah peristiwa Penghibahan di Aleksandria, yang membuat Ratu Kleopatra mendapatkan gelar "Ratu Segala Raja", dan anak-anak Marcus Antonius dari Kleopatra mendapatkan gelar penguasa atas daerah-daerah di sebelah timur yang baru saja ditaklukkan, pecah perang antara Octavianus dan Marcus Antonius. Octavianus menghancurkan kekuatan tempur Mesir dalam Pertempuran Aktion pada tahun 31 SM. Marcus Antonius dan Kleopatra mati bunuh diri. Mesir ditundukkan di bawah kedaulatan Romawi, dan suatu zaman baru pun bermula bagi bangsa Romawi.
Gaius Iulius Caesar dan Triumviratus I
Pada pertengahan abad pertama SM, perpolitikan Romawi Kuno dilanda kemelut. Gelangang politik di Roma menjadi ajang pertarungan dua kubu, yakni kubu Populares yang hendak mencari dukungan rakyat, dan kubu Optimates yang hendak mempertahankan hak istimewa kaum ningrat sebagai penyelenggara negara. Lucius Cornelius Sulla menyingkirkan semua tokoh pimpinan kubu Populares, dan usaha perombakan undang-undang dasar yang dilakukannya menghilangkan semua kewenangan (misalnya kewenangan Tribunus Plebis, tribunus dari kaum Plebs) yang mendukung kubu Populares. Sementara itu, tekanan sosial dan ekonomi terus meningkat. Roma telah berubah menjadi sebuah metropolis yang dihuni kalangan ningrat kaya raya, para pemburu kekuasaan yang terlilit utang, dan sehimpunan besar kaum buruh yang sering kali terdiri atas petani-petani miskin. Kelompok-kelompok masyarakat kalangan buruh mendukung rencana makar Senator Lucius Sergius Catilina. Rencana makar gagal terlaksana lantaran Consul Marcus Tullius Cicero buru-buru menangkap dan menghukum mati para pemimpin gerakan makar.
Di tengah segala ingar-bingar ini muncul Gaius Iulius Caesar, tokoh dari kalangan ningrat yang tidak bergelimang harta. Bibinya yang bernama Iulia adalah istri Gaius Marius,[49] sementara ia sendiri menunjukkan keberpihakan pada kubu Populares. Demi mendapatkan kekuasaan, Gaius Iulius Caesar mendamaikan dua tokoh terkuat di Roma yang saling berseteru, yakni Marcus Licinius Crassus, yang sudah banyak berjasa memberi bantuan dana kepadanya saat baru merintis karier, dan Gnaeus Pompeius, yang ia ambil jadi menantu. Bersama kedua orang kuat Roma ini, ia membentuk sebuah persekutuan tidak resmi yang disebut Triumviratus (ketriwiraan). Rancangan ini memuaskan semua pihak. Marcus Licinius Crassus, hartawan terkaya di Roma, menjadi semakin kaya dan akhirnya berhasil menduduki jabatan senapati tinggi, Gnaeus Pompeius kian leluasa mempengaruhi senatus, sementara Gaius Iulius Caesar sendiri mendapatkan jabatan consul dan jabatan senapati di Galia.[50] Selama masih seiya sekata, ketiga tokoh ini adalah penguasa-penguasa de facto Republik Romawi.
Pada tahun 54 SM, putri Gaius Iulius Caesar, istri Gnaeus Pompeius, wafat saat bersalin, sehingga terputuslah satu mata rantai pengikat persekutuan triwira. Pada tahun 53 SM, Marcus Licinius Crassus menginvasi Partia dan gugur dalam Pertempuran Haran. Triumviratus pun tercerai berai dengan wafatnya Marcus Licinius Crassus, yang sebelumnya menjadi penengah antara Gaius Iulius Caesar dan Gnaeus Pompeius Magnus. Tanpa kehadirannya, kedua senapati ini pun mulai saling sikut berebut kekuasaan. Gaius Iulius Caesar menaklukkan Galia, menghimpun harta berlimpah, dihormati di Roma, dan dijunjung tinggi oleh legiun-legiun yang sudah kenyang asam garam pertempuran. Ia pun kian dipandang sebagai lawan berat oleh Gnaeus Pompeius, dan dibenci banyak tokoh kubu Optimates. Karena yakin bahwa Gaius Iulius Caesar dapat dijegal dengan cara-cara yang sah, para kaki tangan Gnaeus Pompeius bersiasat memisahkan Gaius Iulius Caesar dari legiun-legiunnya sebagai langkah awal dari usaha menyeretnya ke hadapan mahkamah, memiskinkannya, dan menjatuhkan hukuman buang padanya.
Untuk melawan nasib buruk yang sudah menunggunya, Gaius Iulius Caesar memimpin pasukannya menyeberangi Sungai Rubico dan menginvasi Roma pada tahun 49 SM. Gnaeus Pompeius dan para kaki tangannya kabur meninggalkan Jazirah Italia, diburu Gaius Iulius Caesar. Pertempuran Farsalos adalah kemenangan yang gilang gemilang bagi Gaius Iulius Caesar. Dalam pertempuran ini dan dalam aksi-aksi militer lainnya, ia menyingkirkan seluruh tokoh pimpinan kubu Optimates, yakni Metellus Scipio, Cato Muda, dan putra Gnaeus Pompeius yang juga bernama Gnaeus Pompeius. Gnaeus Pompeius senior tewas terbunuh di Mesir pada tahun 48 SM. Dengan demikian, tinggal Gaius Iulius Caesar seorang diri menjadi orang kuat Roma sekaligus sasaran kebencian banyak tokoh ningrat. Ia diserahi banyak jabatan dan dianugerahi banyak penghargaan. Hanya dalam lima tahun, ia sudah menduduki jabatan consul sebanyak empat kali, jabatan diktator biasa sebanyak dua kali, dan jabatan diktator istimewa sebanyak dua kali, yang pertama untuk masa jabatan sepuluh tahun, sedangkan yang kedua untuk seumur hidup. Ia tewas dibunuh komplotan Liberator pada hari Idus Martiae (hari Purnama bulan Maret) tahun 44 SM.[51]
Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus
Pada tahun 284 M, Diocletianus dimasyhurkan sebagai imperator oleh angkatan bersenjata kawasan timur. Diocletianus memulihkan kekaisaran dari krisis, melalui perubahan haluan politik dan ekonomi. Suatu bentuk pemerintahan yang baru pun dibentuk, yakni tetrarchia (catur rajya). Wilayah Kekaisaran Romawi dibagi menjadi empat bagian, dua di kawasan barat dan dua di kawasan timur, masing-masing diperintah oleh seorang kaisar. Keempat serangkai yang pertama adalah Diocletianus (di timur), Maximianus (di barat), serta dua orang kaisar-muda, yakni Galerius (di timur) dan Flavius Constantius (di barat). Demi memperbaiki perekonomian negara, Diocletianus melakukan sejumlah pembaharuan perpajakan.[130]
Diocletianus mengusir bangsa Persia yang merajalela di Suriah, dan menaklukkan sejumlah suku barbar bersama Maximianus. Diocletianus meniru banyak perilaku raja-raja Dunia Timur, misalnya mengenakan perhiasan dari mutiara serta berjubah dan berterompah kencana. Setiap orang yang menghadap kaisar pun diwajibkan bersujud menyembah seturut adat Dunia Timur, yang belum pernah dipraktikkan di Roma sebelumnya.[131] Diocletianus tidak lagi berpura-pura bahwa negara masih berbentuk republik, sebagaimana yang dilakukan kaisar-kaisar pendahulunya semenjak Augustus berkuasa.[132] Antara tahun 290 dan tahun 330, setengah lusin kota ditetapkan menjadi ibu kota baru oleh kaisar-kaisar empat serangkai, baik secara resmi maupun tidak, yakni Antiokhia, Nikomedia, Tesalonika, Sirmium, Milan, dan Trier.[133] Diocletianus juga bertanggung jawab atas aksi aniaya besar-besaran terhadap umat Kristen pada masa pemerintahannya. Pada tahun 303, Diocletianus dan Galerius memulai aksi aniaya tersebut, memerintahkan penghancuran rumah-rumah ibadat dan kitab-kitab agama Kristen, serta mengharamkan peribadatan Kristen.[134] Diocletianus turun takhta pada tahun 305 M bersama-sama dengan Maximianus. Dengan demikian, ia adalah Kaisar Romawi pertama yang melepaskan jabatannya. Masa pemerintahannya menyudahi era pemerintahan kaisar-kaisar pendahulunya, yakni pemerintahan para princeps (ketua), dan mengawali era pemerintahan yang baru, pemerintahan para dominus (tuan besar).